Pertanyaan ini ditujukan untuk teman-teman yang saat ini ataupun “pernah” menjadikan skateboard sebagai prioritas hidupnya, momen disaat bekerja maupun sekolah, memperhatikan jam menunggu sore hari --pertemanan skate dan euphoria mengulik trik sampai malam. Menyisihkan hari libur untuk melakukan checkspot bersama. Terkadang muncul rasa iri saat teman mendapatkan trik yang sebenarnya kita inginkan, berubah menjadi motivasi.
Skateboard itu relatif oksimoron, ada masanya kita tidak yakin dan mampu melakukan trik, tapi kita tetap berusaha melakukannya. Skateboard ikut membantu membangun daya tahan mental, saat kita bangkit satu kali lagi setelah melakukan trik berulang-ulang; bangkit dari rasa sakit jatuh berkali-kali dan rasa frustasi. Teman-teman berubah menjadi cheerleader utama --atau psikolog karbitan menjaga kejiwaan kita, dengan sorakan dan bermacam high five khas skateboarder; berharap itu semua dapat membantu kita mendapatkan trik.
Hal lain yang saya rasakan, toleransi pertemanan tanpa memandang stance, bentuk papan, size papan dan agama, bahkan terhadap teman-teman diluar lingkaran skateboard sendiri. Walaupun ada oknum-oknum tertentu yang mempertegas sekat dan batasan, toleransi di antara skateboarder merupakan hal yang positif. That’s okay, perbedaan ada seperti yin yang yang selalu berdampingan.

Sudah sudah menjadi sifat alami skateboarder membuka diri terhadap apapun, termasuk di dalamnya kritik dan perbedaan opini. Misalnya saja opini yang beranggapan bahwa zaman dulu dan sekarang berbeda, well, pertama, saya berikan rasa respect terbesar yang saya punya untuk teman-teman dulu yang membawa kultur tersebut di kota ini. Beberapa dari kita yang sampai saat ini masih survive bermain karena rasa cinta terhadap skateboard tidak akan lupa dengan hal itu. Banyak hal yang menghalangi kita untuk melanjutkan hobby ini: tuntutan umur, faktor trauma dari cedera, bahkan mungkin karena susah bergerak yang dikarenakan berat badan (hehe). Tapi, saya sangat yakin kalian masih menginginkan skating walaupun hanya melakukan ollie atau hanya sekedar pushing skate.
Di sisi lain, kami yang tetap bermain sekarang, tidak berusaha merubah garis kesenangan skateboard tersebut. Kami hanya beradaptasi dengan era ini, tidak berusaha memberikan sekat bahkan menggurui teman-teman yang baru bermain skate, kami hanya ingin bermain skateboard, duduk diskusi membiarkan adanya perbedaan opini, dan mengakhirinya dengan checkspot bersama.
Kembali, ini semua hanya opini saya dan leburan diskusi bersama teman-teman yang masih survive bermain skateboard. Ada satu kutipan living legend Fanny Inong di dokumentasi Holiday Route, “Saat kita hidup diberi oksigen bisa bernafas bentuk rasa syukur kita adalah dengan mendekatkan diri kepada Pencipta yang kita yakini. Dalam lingkungan skateboard, pelaku industri skateboard, yang mendapatkan rezeki dari skateboard, tetap bermain skateboard adalah bentuk rasa bersyukur kita,”. Saat tubuh yang sehat membantu memfasilitasi pikiran yang sehat, semua saling bergantung dan saling berbalas. Saya membiarkan opini kalian menilai tulisan ini, tapi itu tidak menurunkan respect saya untuk seluruh generasi yang memajukan skateboard di kota ini dan siapapun yang berkontribusi dalam kemajuan skateboard di Samarinda sampai hari ini. Karena setiap orang punya cara masing-masing untuk mencari kesenangan di skateboard. RESPECT!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar